Makalah
Dipresentasikan
pada Seminar Kelas Mata
Kuliah
Supervisi Pendidikan Konsentrasi PK PAI-2
Semester III Tahun Akademik 2013/2014
Oleh:
SURYANAGARA
NIM: 80100212145
Dosen Pemandu;
Prof. Dr. H. Nasir
A. Baki, M.A.
Dr. H. Arifuddin Siraj, M.Pd.
PROGRAM PASCASARJANA
UIN
ALAUDDIN MAKASSAR
2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pendidikan pada hakikatnya
adalah usaha sadar dan terencana untuk menjadikan manusia berbudaya atau berperadaban.
Pendidikan amat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan diperlukan
untuk meningkatkan mutu bangsa secara menyeluruh dalam menjawab tantangan era
globalisasi. Untuk dapat melaksanakan pendidikan sesuai harapan tersebut maka
dibutuhkan pendidikan bermutu yang dapat mengembangkan potensi peserta didik.
Dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[1]
|
Dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan, sumber
daya manusia menjadi kata kunci yang harus segera diantisipasi pemecahannya,
jika bangsa ini ingin berkiprah dalam percaturan global. Guru dan pengawas merupakan
sosok pejabat fungsional yang mengemban tugas-tugas teknis pendidikan agama di
sekolah. komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan
terus-menerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan baik program pendidikan
prajabatan (pre-service education) maupun program dalam jabatan (inservice
education). Potensi sumber daya guru perlu terus ditumbuh kembangkan agar
dapat melakukan fungsinya secara profesional. Selain itu pengaruh perubahan yang
serba cepat mendorong guru untuk terus menerus belajar menyesuaikan diri dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.[2]
Tugas guru mencakup perencanaan
program program tahunan, program semester, pengembangan silabus, rencana
pelaksanaan pembelajaran, program pengayaan dan remedial, serta program
bimbingan dan konseling. Dalam prakteknya tentu tidak semudah yang dibayangkan,
guru sering mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya, adakalanya guru
menemui kendala dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak mampu
menyelesaikannya sendiri, maka oleh karena itu seorang pendidik atau guru
membutuhkan bimbingan dari seorang supervisor pendidikan.
Supervisi Pendidikan yang dulunya di kenal sebagai kegiatan
inspeksi, pemeriksaan, pengawasan, atau penilikan atas proses pembelajaran,
memang sesekali masih mengadopsi kegiatan inspeksi tersebut. Seiring perkembangan
zaman yang berdampak pada dunia pendidikan, maka supervisi juga mengalami
perubahan. Supervisi pada saat ini titik fokusnya adalah melakukan bimbingan
dan membina profesionalisme guru.
Pelaksanaan supervisi bertujuan membina, membantu, membimbing, dan mengevaluasi
seluruh komponen sekolah (secara khusus kepada guru) untuk perbaikan kegiatan pembelajaran
dan hasil belajar guna peningkatan mutu
pendidikan
Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program supervisi
dilakukan oleh supervisor profesional. Seorang supervisor yang dikatakan
profesional dapat menjalankan tugasnya secara efektif untuk pencapaian tujuan
supervisi, maka supervisor harus mengetahui, memahami, serta memilih model, tipe,
pendekatan, dan teknik supervisi yang cocok dan sesuai dengan tujuan pelaksanaan
supervisi yang akan dicapai, hal tersebut dikarenakan dalam pelaksanaan supervisi,
para supervisor akan dihadapkan dengan berbagai macam karateristik guru.
Perbedaan tersebut dapat di lihat dari sisi usia dan kematangan, pengalaman
kerja, motivasi, maupun kemampuan guru.[3]
Pemilihan model, tipe, pendekatan, dan teknik supervisi yang cocok dan sesuai
akan memberikan hasil yang baik dalam pelaksanaan supervisi serta dapat
mencapai tujuan yang dicita-citakan, sehingga tujuan untuk meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia dapat terwujud.
Di sekolah yang berperan sebagai
supervisor adalah kepala sekolah. Sebagai supervisor kepala sekolah memegang
peranan penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Kepala sekolah sebagai supervisor di internal
sekolah seharusnya mampu mengarahkan, membimbing, menilai, mengawasi, dan
memperbaiki kesalahan serta kelemahan yang terjadi dalam proses pembelajaran.
Dalam rangka otonomi sekolah, kepala
sekolah mempunyai kewenangan yang besar dalam membuat kebijakan tingkat
sekolah, melaksanakan dan mengawasinya, supaya sekolah yang dipimpinnya semakin
memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi diri dan lingkungannya. Kepala
sekolah sebagai penanggung jawab pendidikan pada tingkat sekolah, kini memiliki
kewenangan dan keleluasaan dalam mengembangkan program, mengelola dan
mengawasinya, memiliki keleluasaan dalam mengatur segenap sumber daya yang
dimilikinya, yang dapat digalinya supaya terjadi peningkatan mutu dan
produktivitas yang signifikan dalam memberi layanan belajar bermutu melalui guru
serta personal yang kooperatif. Aktivitas pengarahan dan bimbingan yang
dilakukan oleh atasan dalam hal ini kepala sekolah kepada guru serta personalia
sekolah lainnya yang langsung menangani pembelajaran siswa dalam memperbaiki situasi pembelajaran, inilah yang
dimaksud dengan supervisi.
B. Rumusan
Masalah
Berawal
dari deskripsi latar belakang masalah di atas maka yang menjadi pokok permasalahan
yang dijadikan kajian utama dalam
makalah ini adalah bagaimana konsep dasar supervisi pendidikan? Untuk mengkaji
pokok permasalahan tersebut maka penulis mem-breakdawn ke dalam
beberapa submasalah yaitu:
1. Bagaimana
fungsi supervisi pendidikan?
2.
Bagaimana prinsip- prinsip supervisi pendidikan?
3.
Bagaimana pendekatan supervisi pendidikan?
I. PEMBAHASAN
A. Fungsi
Supervisi Pendidikan
Secara
etimologi, istilah supervisi berasal dari bahasa Inggris Supervision yang
berarti pengawasan.[4]
Pelaku atau pelaksanaannya disebut supervisor dan orang yang disupervisi
disebut subjek supervisi atau supervise. Secara morfologis, supervisi
terdiri dari dua kata, yaitu super (atas) dan Vision (pandang,
lihat, tilik, amati, atau awasi). Supervisi, karenanya diberi makna melihat,
melirik, memandang, menilik, mengamati, atau mengawasi dari atas. Pelakunya
disebut supervisor, yang kedudukannya lebih tinggi atau di atas orang-orang
yang disupervisi. Makna etimologi ini selalu dalam tafsir hubungan antarsubyek,
sehingga tidak berlaku untuk supervisi pabrik, supervisi kerusakan jalan,
supervisi bangunan, supervisi taman sekolah, dan sebagainya.[5]
Secara umum supervisi berarti upaya bantuan yang
diberikan kepada guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya, agar guru mampu
membantu para siswa dalam belajar untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Dengan demikian supervisi diberikan kepada guru untuk mendukung keberhasilan pembelajaran
peserta didik.
|
Kimbal Willes
yang dikutip Syaiful Sagala bahwa supervisi sebagai aktivitas yang
dirancang untuk memperbaiki pengajaran pada semua jenjang persekolahan, berkaitan
dengan perkembangan dan pertumbuhan anak supervisi juga merupakan bantuan
dalam perkembangan dari pembelajaran dengan baik.[6]
Berdasarkan
pendapat di atas maka penulis meahami bahwa supervisi adalah pembinaan kearah
perbaikan untuk mendukung keberhasilan pembelajaran peserta didik sesuai karakteristik baik umum maupun khusus.
Sebagai salah
satu dari fungsi manajemen, pengertian supervisi telah berkembang secara umum.
Secara umum yang dimaksud dengan supervisi adalah melakukan pengamatan secara
langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh
bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk
atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya.
Berdasarkam
pendapat para ahli supervisi adalah suatu proses kemudahan sumber-sumber yang
diperlukan untuk penyelesaian suatu tugas ataupun sekumpulan kegiatan
pengambilan keputusan yang berkaitan erat dengan perencanaan dan
pengorganisasian kegiatan dan informasi dari kepemimpinan dan pengevaluasian
setiap kinerja karyawan. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa kegiatan supervisi adalah kegiatan-kegiatan yang terencana seorang
manajer melalui aktivitas bimbingan, pengarahan, observasi, motivasi dan
evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari.[7]
Berdasarkan
pelaksanaan supervisi pendidikan hendaknya dapat dipahami sebagai suatu proses
yang dilakukan oleh supervisor (pengawas) dalam membimbing dan membantu guru di
sekolah/madarasah dalam upaya pencapaian mutu pendidikan yang baik, berkualitas,
bermakna, efektif dan efisien tersebut, dapat diindikasikan dengan beberapa
poin sebagai berikut:
1. Kegiatan
supervisi membantu pencapaian kompetensi.
2. Kegiatan
supervisi membantu guru dalam pementapan penguasaan materi pelajaran.
3. Kegiatan
supervisi dapat menarik minat siswa untuk belajar.
4. Kegiatan
supervisi mampu meningkatkan daya serap siswa dalam belajar.
5. Kegiatan
supervisi membantu meningkatkan ketercapaian angka kelulusan madarasah.
6. Kegiatan
supervisi membantu meningkatkan profesionalisme pengelolaan adminitrasinya.
7. Kegiatan
supervisi membantu meningkatkan ketrampilan guru dalam mengelola dan menggunakan
media pembelajaran.[8]
Supervisi
pembelajaran berfungsi untuk memperbaiki situasi pembelajaran melalui pembinaan profesionalisme guru.
Briggs yang dikutip Piet A. Suhertian menyebutkan fungsi supervisi sebagai
upaya mengkoordinir, menstimulir, dan mengarahkan pertumbuhan para guru.[9]
Sejalan dengan itu, Jamal
menjelaskan bahwa supervisi pendidikan mempunyai tiga fungsi, di antaranya
adalah sebagai berikut:
a.
Sebagai
suatu kegiatan menyangkut untuk meningkatkan mutu pendidikan.
b.
Sebagai
pemicu atau penggerak terjadinya perubahan pada unsur-unsur yang terkait dengan
pendidikan.
c.
sebagai
kegiatan dalam hal memimpin dan membimbing.[10]
Maryono menambahkan bahwa fungsi utama supervisi
pendidikan adalah ditujukan pada perbaikan dan peningkatan kualitas pengajaran,
menilai dan memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran
peserta didik, mengoordinasi, menstimulasi, dan mendorong ke arah pertumbuhan
profesi guru.[11]
Sejalan dengan itu, Suharsimi Arikunto mengungkapkan bahwa supervisi berfungsi
sebagai kegiatan meningkatkan mutu pembelajaran, sebagai pemicu atau penggerak
terjadinya perubahan pada unsur-unsur yang terkait dengan pembelajaran, dan
sebagai kegiatan memimpin dan membimbing.[12]
Setiap
pengawas pendidikan harus memahami dan mampu melaksanakan supervisi dengan
fungsi dan tugas pokoknya baik yang menyangkut pemantauan, penilaian,
penelitian, perbaikan maupun pengembangan. Dalam pelaksanaannya, fungsi-fungsi
tersebut harus dilakukan secara simultan, konsisten dan kontinyu dalam suatu
program supervisi, sebagai inti kegiatan supervisi adalah mengintegrasikan
fungsi-fungsi tersebut kedalam tugas pembinaan terhadap pribadi guru yang
disupervisi.
Supervisi
akademik dilaksanakan atas dasar kerjasama, partisipasi dan kolaborasi dan
tidak bersadarkan paksaan, sehingga diharapkan timbul kesadaran serta
perkembangan, inisiatif dan kreativitas dari pihak guru dan bukan konfirmatis.
Jadi
supervisi berarti memberi bimbingan, pembinaan, dan membantu guru meningkatkan
kreativitas dan potensi secara optimal. Apabila fungsi-fungsi supervisi ini
benar-benar dikuasai dan dijalankan sebaik-baiknya oleh pengawas, maka dapat
dipastikan kelancaran kegiatan pendidikan di sekolah berlangsung baik sehingga
tujuan pendidikan dapat tercapai secara optimal.
B.
Prinsip-Prinsip Supervisi
Lembaga Administerasi
Negara RI merinci prinsip kerja pelaksanaan pengawasan
dengan poin-poin sebagai berikut:
1.
Prinsip kesisteman: pengawasan
ditujukan untuk mengahasilkan good govermance sehingga harus
memperhatikan keseluruhan komponen secara sistematik.
2.
Prinsip akuntabilitas: segala yang
di tugaskan meminta pertanggungjawaban dari setiap orang yang diserahi
tanggungjawab dalam pelaksanaan tugasnya.
3.
Prinsip organisasi: tugas manajeman
ada pada setiap level organisasi dan pengawasan merupakan tugas setiap pimpinan
yang berada pada organisasi sesuai dengan tugas pokok fungsinya masing-masing.
4.
Prinsip koordinasi:pengawasan dilakukan dengan memperhatikan pengaturan
kerjasama yang baik antar komponen. Setiap bagian memiliki tugas fungsi
masing-masing, akan tetapi untuk menjaga sinergitas sistem, tiap bagian harus
dapat mewujudkan kegiatan terpadu dan selaras dengan tujuan organisasi melalui
koordinasi yang baik.
5.
Prinsip komunikasi: pengawasan
menjadi sarana hubungan antara pusat dengan daerah, pimpinan dengan bawahan
sehingga perlu dikembangkan komunikasi
yang intensif dan empatik agar kerjasama terus berlanjut secara harmonis.[13]
6.
Prinsip pengendalian: pengawasan
menjadi sarana mengarahkan dan membimbing secara teknis administratif maupun
memecahkan persoalan kerja agar tercapai efektivitas kerja.
7.
Prinsip integritas: merupakan
kepribadian pengawas yang melaksanakan pengawasan dengan mentalitas yang baik
penuh kejujuran, simpatik, tanggung jawab, cermat, dan konsisten.
8.
Prinsip objektivitas; melaksanakan
pengawasan dengan berdasarkan keahlian secara profesional tidak terpengaruh
secara subjektif oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
9.
Prinsip futuristik: pengawasan harus
dapat memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan dan
sadar betul apa yang di perbuat akan menentukan masa depan sehingga ia
menghindari penyim-pangan-penyimpangan atau kebocoran karena akan menjadi
bumerang bagi masa depan.
10.
Prinsip preventif ; pengawasan
dilakukan agar penyimpangan-penyimpangan dapat
dicegah dan kalaupun terjadi dapat dideteksi secara dini sehingga
penyelesainnya dapat cepat teratasi.
11.
Prinsip represif; bila terjadi
penyimpangan dan kebocoran, pengawas harus tegas dengan menegakkan sanksi/
hukuman sesuai peraturan yang berlaku.
12.
Prinsip edukatif : kesalahan/
penyimpangan dan kebocoran, yang dilakukan segera diperbaiki dan dilakukan
saran yang membangun kepercayaan diri agar tidak terulang kembali kesalahan
untuk kedua kalinya.
13.
Prinsip korektif; kesalahan
penyimpangan/ kebocoran yang dilakukan dengan cara-cara yang benar, waktu yang
tepat dan penuh perhitungan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat
tercapai secara ekonomis, efesien, dan efektif.[14]
Para
pengawas/kepala sekolah baik suka maupun tidak suka harus siap menghadapi
problema dan kendala dalam melaksanakan supervisi akademik. Adanya problema dan
kendala tersebut sedikit banyak dapat
diatasi apabila dalam pelaksanaan supervisi akademik pengawas/kepala sekolah menerapkan prinsip-prinsip
supervisi akademik.
Akhir-akhir ini, beberapa literatur
telah banyak mengungkapkan teori supervisi akademik sebagai landasan bagi
setiap perilaku supervisi akademik. Beberapa istilah, seperti demokrasi, kerja
kelompok, dan proses kelompok telah banyak dibahas dan dihubungkan dengan
konsep supervisi akademik. Pembahasannya semata-mata untuk menunjukkan kepada
kita bahwa perilaku supervisi manajerial dan akademik itu harus menjauhkan diri
dari sifat otoriter, di mana supervisor sebagai atasan dan guru sebagai
bawahan. Begitu pula dalam latar sistem persekolahan, keseluruhan anggota (
guru ) harus aktif berpartisipasi, bahkan sebaiknya sebagai prakarsa, dalam
proses supervisi akademik, sedangkan supervisor merupakan bagian daripadanya. Semua
ini merupakan prinsip-prinsip supervisi akademik modern yang harus
direalisasikan pada setiap proses supervisi akademik di sekolah.
C.
Pendekatan Supervisi Pendidikan
1.
Pendekatan Supervisi
Langsung (Directive Approach)
Pendekatan supervisi langsung (directive
approach) adalah pendekatan yang didasarkan pada keyakinan bahwa proses pembelajaran
dilihat sebagai rangkaian yang utuh. Ibarat sebuah rangkaian nada yang
harmonis, bila ada suatu bagian nada yang terganggu terdengar sumbang, maka
seluruh nada juga akan terganggu.
Perilaku direktive dalam
pelaksanaan supervisi dilandasi psikologi behavioristik tentang belajar.
Pengawas bertindak selaku pemeran utama dalam membimbing guru untuk perbaikan
pembelajaran.
Pendekatan lansung adalah cara pendekatan
terhadap masalah yang bersifat langsung. Supervisor memberikan arahan langsung,
sudah tentu pengaruh perilaku supervisor lebih dominan. Supervisor yang berorientasi directive
menampilkan perilaku-perilaku pokok sebagai berikut:
a. Supervisor mengklarifikasi permasalahan.
b. Supervisor mempresentasikan ide-ide
pengembangan profesi kepada guru.
c. Supervisor mengarahkan gur tentang hal-hal
yang harus dilakukan untuk perbaikan pembelajaran.
d. Supervisor mendemontrasikan (memodelkan)
perilaku guruyang diinginkan dalam pembelajaran.
e. Supervisor menetapkan standar perilaku
mengajar yang diinginkan.
f. Supervisor memberikan reward bagi
yang tampil sesuai standar.[15]
Menurut Nana Sudjana
membagi pendekatan supervisi menjadi dua, yaitu: pendekatan langsung (direct
contact) dan pendekatan tidak langsung (indiret contact).[16]
Pendekatan pertama dapat disebut dengan pendekatan tatap muka dan Kedua
pendekatan menggunakan perantara, seperti melalui surat menyurat, media
masa, media elektronik, radio, kaset, internet dan yang sejenis. Pendekatan
langsung ini berdasarkan pada pemahaman terhadap psikologis behavioristis.
Prinsip behavioristisme ialah bahwa segala perbuatan berasal dari refleks,
yaitu respons terhadap ransangan/stimulus.
Oleh karena
guru memiliki kekurangan, maka perlu diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi
lebih baik. Supervisor dapat menggunakan penguatan (reinforcement) atau
hukum (punishment). Pendekatan seperti ini dapat dilakukan, dengan
perilaku supervisor dengan cara: menjelaskan, menyajikan, mengarahkan, memberi
contoh, menerapakan tolok ukur, dan menguatkan.
Pendekatan
langsung dan metode standar diterapkan pada guru yang termasuk kategori lemah.
Pendekatan langsung terdiri:
a. Pendekatan
langsung yang bersumber dari psikologi behaviorisme adalah lawan dari
pendekatan tidak langsung. Pendekatan langsung ini tidak memberi peluang bagi
guru untuk berinisiatif, kreatif, dan inovatif dalam melakukan tugas
sehari-hari. Sebab supervisor merasa peluang seperti itu tidak akan dapat
dimanfaatkan dan diisi oleh guru lemah ini, karena kemampuan dan komitmen guru
ini sangat rendah. Atas dasar kondisi guru seperti ini, maka supervisor merasa
cukup hanya dengan memberi resep tentang perilaku atau tindakan tertentu kepada
guru dalam kegiatan-kegiatan yang ia hadapi pada tugas sehari-hari.
b. Metode
yang diterapkan pada guru lemah ini disebut metode standar, maksudnya adalah
resep-resep berupa perilaku dan tindakan guru yang disdorkan oleh superisor
tersebut adalah bersifat standar. Suatu standar yang berlaku secara nasional
atau sesuai dengan keadaan daerah bersangkutan. Di sini petunjuk-petunjuk yang
diberikan oleh supervisor secara langsung kepada guru yang di supervisi
sebagian besar sejalan dengan peraturan pemerintah pusat maupun daerah. Kalau
perilaku tindakan itu tidak ada tertulis dalam peraturan itu, maka
petunjuk-petunjuk atau resep itu dapat dia,mbilkan dari teori-teori yang
tertulis dalam kepustakaan atau sesuai dengan atau budaya daerah setempat.[17]
Menurut penulis
berkesimpulan tentang directive approach (Pendekatan supervisi Langsung)
adalah mengarahkan dan memberi petunjuk kepada guru. Atau supervisi langsung
memberi resep tentang cara memperbaiki kesalahan guru. Atau mengatasi
kesulitannya.
2. Pendekatan
Supervisi Tidak Langsung (Non Directive Approach)
Pendekatan
supervisi tidak langsung (Non Direktif) adalah cara pendekatan terhadap
permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara
langsung menunjukkan permasalahan, tetapi ia terlebih dulu mendengarkan secara
aktif apa yang dikemukakan oleh guru
Pendekatan supervisi tidak
langsung (Non Directive Approach) adalah cara pendekatan terhadap
permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara
langsung menunjukkan permasalahan, tetapi ia terlebih dulu mendengarkan secara
aktif apa yang dikemukakan oleh guru. Ia memberi kesempatan sebanyak mungkin
kepada guru untuk mengemukakan permasalahan yang mereka alami.
Pendekatan tidak langsung ini
berdasarkan pada pemahaman psikologis humanistik. Psikologi sangat menghargai
orang yang akan dibantu. Oleh karena pribadi guru yang dibina begitu dihormati,
maka ia lebih banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi guru. Guru
mengemukakan masalahnya, supervisor mencoba mendengarkan, dan memahami apa yang
dialami. Perilaku supervisor dalam pendekatan tidak langsung adalah
mendengarkan, memberi penguatan, menjelaskan, menyajikan, dan memecahkan
masalah.[18]
Perilaku pengawas yang
berorientasi non-directive dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Supervisor
mendegarkan masalah guru dengan serius.
b.
Supervisor
memotivasi guru untu menyederhanakan dan bertanya.
c.
Supervisor
mengajukan pertanyaan kemudian menjelaskan masalah-masalah guru.
d.
Supervisor
mengupayakan alternatif pemecahan masalah saat guru bertanya atau meminta
solusi.
e.
Supervisor
bertanya kepada guru untuk menentukan rencana tindakan pengembangan diri atau
profesi.[19]
Menurut penulis
tentang Non Directive Approach adalah supervisor memberi kebebasan
kepada guru untuk membuat atau mencarai pemecahan terhadap kesulitan-kesulitan
dalam kelas pada waktu membina peserta didik, atau mendengarkan, tidak
memberikan pertimbangan, membuktikan kesadaran guru, dan mengklasifikasi
pengalaman guru.
3. Pendekatan
Supervisi Kolaborasi (Colaborative Approach)
Pendekatan supervisi
kolaboratif (Colaborative Approach) adalah pendekatan yang memadukan cara
pendekatan langsung dan pendekatan tidak
langsung menjadi suatu cara pendekatan baru. Pada pendekatan dengan lingkungan ini, baik supervisor maupun
guru bersama-sama bersepakat untuk menetapkan struktur proses dan kriteria
dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru.
Pendekatan ini didasarkan pada psikologi kognitif. Psikologi kognitif
beranggapan bahwa belajar adalah perpaduan antara kegiatan individu dengan
lingkungan yang pada gilirannya akan berpengaruh dalam pembentukan aktivitas
individu. Sikap utama supervisor dengan perilaku kolaboratif meliputi:
mendengarkan, menawarkan, memecahkan masalah dan merundingkan. Pengawas membuat
kontrak bersama dengan guru setelah terjadi kesepakatan rencana supervisi yang
disusun bersama.
Tahapan-tahapan
supervisi dengan perilaku kolaboratif adalah sebagai berikut:
a. Supervisor
menemui guru dengan menawarkan model atau strategi pembelajaran yang perlu
diperbaiki.
b. Supervisor
menanyakan pendapat guru tentang tujuan pelaksanaan supervisi.
c. Supervisor
mendengarkan pandangan guru.
d. Supervisor
dan guru mengajukan altrnatif pemecahan masalah.
e. Supervisor
bersama guru membahas tindakan dan menetapkan rencana bersama.[20]
Berdasarkan
definisi di atas maka penulis memahami
bahwa colaborative approach (Pendekatan
supervisi kolaborasi) adalah kerjasama antara guru dan supervisor yang dilakukan
dalam banyak hal, untuk memajukan dan membantu
dalam meningkatkan mutu pendidikan.
II.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian pada bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpukan beberapa hal,
sebagai berikut:
1.
Fungsi
supervisi pendidikan adalah untuk memperbaiki situasi pembelajaran melalui pembinaan profesionalisme guru, serta
sebagai upaya mengkoordinir, menstimulir dan mengarahkan pertumbuhan para guru.
2.
Prinsip-prinsip dalam supervisi
pendidikan harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, keseluruhan anggota harus
aktif berpartisipasi, bahkan sebaiknya sebagai prakarsa, dalam proses supervisi
akademik, semua ini merupakan prinsip-prinsip supervisi akademik modern yang
harus direalisasikan pada setiap proses supervisi akademik di sekolah-sekolah.
3.
Pendekatan supervisi pendidikan
dalam proses pembelajaran ada 3 pendekatan
yaitu:
a.
Pendekatan Supervisi
Langsung (Direktif Approach), yaitu dalam pelaksanaan supervisi
dilandasi psikologi behavioristik tentang pembelajaran. Supervisor
bertindak selaku pemeran utama dalam membimbing guruuntuk perbaikan
pembelajaran.
b.
Pendekatan Tidak
Langsung (NonDirektif Approach), yaitu dalam pelaksanaan supervisi
dilandasi psikologi humanistik bahwa guru dapat menganalisis dan
memecahkan masalah pembelajarannya sendiri dan supervisor hanya sebagai
fasilitator.
c.
Pendekatan
Kolaboratif (Colaborative Approach), yaitu dalam pelaksanaan
supervisi dilandasi psikologi belajar kognitif, bahwa dalam melakukan supervisi
mengambil jawab yang bersifat moderat antara supervisor dan guru.
|
B. Implikasi
Pelaksanaan supervisi agar
dapat berjalan sesuai dengan harapan dari yang disupervisi, maka tentunya
seorang supervisor senantiasa menjaga hubungan keakraban dan rasa cinta serta
membangun hubungan kekeluargaan dengan para guru. Seorang supervisor harus
mempunyai wawasan yang memadai tentang kepengawasan, ditunjang juga oleh
perilaku yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arwani, Pemikiran Tentang Supervisi
Pendidikan, Cet. IV;
Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Masaong, Abd.
Kadim. Supervisi Pembelajaran dan Pengembangan Kapasitas Guru, Cet. I;
Bandung: Alfabeta, 2012
Muslim, Sri
Banun. Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru, Cet.
II; Bandung: Alfabeta, 2010.
Departemen
Agama RI, Peningkatan Supervisi dan Evaluasi pada Madarasah Ibtidayah, Cet.
I; Jakarta: Depag, 2005.
Danim Sudarwan,
Visi Baru Manajemen Sekolah, Profesi Kependidikan, Cet. I; Bandung :
Alfabeta, 2010.
Echos, Jhon M.
dan Hasan Shadily. Kamus Bahasa Inggris-Indoensia, Jakarta; Gramedia,
2010.
Pidarta, Made. Supervisi
Pendidikan Kontekstual, Cet. I; Jakarta: Rineca Cipta, 2009.
Sudjana, Nana. Supervisi
dan Peningkatan Mutu Pendidikan, Cet. I;Bandung: Alfabeta, 2011.
Suhertian, Piet
A. Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendidikan, Cet. I;Bandung: Alfabeta,
2011.
Sagala, Syaiful.
Adminstrasi Pendidikan Kontemporer, Cet.,
V; Bandung: Alfabeta, 2009.
Tim Dosen, Adminitrasi Pendidikan , Manajemen
Pendidikan, Cet. IV; Bandung: Alfabeta, 2011
[1]Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Cet. IV; Jakarta: Sinar
Grafika. 2011), h. 3.
[2]Sri Banun Muslim, Supervisi
Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru (Cet. II; Bandung: Alfabeta, 2010),
h. 1.
[3]Jerry H. Makawimbang, Supervisi
dan Peningkatan Mutu Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 101-102.
[4]Jhon M. Echols dan Hasan Shadily.
Kamus Bahasa Inggris-Indoensia ( Jakarta; Gramedia, 2010) h. 125.
[5]Sudarwan Danim, Visi Baru
Manajemen sekolah, Profesi Kependidikan, (Cet. I; Bandung : Alfabeta,
2010), h. 154.
[6]Syaiful Sagala, Adminstrasi Pendidikan Kontemporer (Cet., V; Bandung: Alfabeta, 2009), h 230.
[8]Departemen Agama RI, Peningkatan
Supervisi dan Evaluasi pada Madarasah Ibtidayah (Cet. I; Jakarta: Depag,
2005 ), h. 10.
[9]Abd. Kadim Masaong, Supervisi
Pembelajaran dan Pengembangan Kapastas Guru (Cet. I; Bandung: Alfabeta,
2012), h. 7- 8.
[10]Jamal
Ma’mur Asmani, Tips Efektif Supervisi Pendidikan Sekolah (Cet. I;
Jogjakarta: Diva Press, 2012), h. 31.
[11]Maryono,
Dasar-Dasar dan Teknik Menjadi Supervisor Pendidikan (Cet. I; Bandung:
Ar-Ruzz Media, 2011), h. 21.
[12]Suharsimi
Arikunto, Dasar-Dasar Supervisi (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 2004),
h. 13.
[13]Lembaga Administerasi Negara RI,
Kajian Manejemen Statistik ( Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h.117.
[15]Abd. Kadim Masaong, Supervisi
Pembelajaran dan Pengembangan Kapasitas Guru, h. 36.
[16]Nana Sudjana, Supervisi dan
Peningkatan Mutu Pendidikan (Cet. I; Bandung: Alfabeta, 2011), h. 109.
[17]Made Pidarta, Supervisi
Pendidikan Kontekstual, (Cet. I; Jakarta: Rineca Cipta, 2009), h.148.
[18]Jerry H. Makawimbang, Supervisi
dan Peningkatan Mutu Pendidikan, h. 111.
[19]Abd. Kadim Masaong, Supervisi
Pembelajaran dan Pengembangan Kapasitas Guru, h. 37.
[20]Abd. Kadim Masaong, Supervisi
Pembelajaran dan Pengembangan Kapasitas Guru, h. 38.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar