Selasa, 07 Januari 2014

KONSEP DASAR SUPERVISI PENDIDIKAN

Fungsi, Prinsip-Prinsip dan  Pendekatan Supervisi Pendidikan


Makalah
Dipresentasikan pada Seminar Kelas Mata Kuliah
Supervisi Pendidikan Konsentrasi PK PAI-2
Semester III Tahun Akademik 2013/2014



      Oleh:

SURYANAGARA
NIM: 80100212145



Dosen Pemandu;

Prof. Dr. H. Nasir A. Baki, M.A.
Dr. H. Arifuddin Siraj, M.Pd.




PROGRAM PASCASARJANA
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2013






I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar dan terencana untuk menjadikan manusia berbudaya atau berperadaban. Pendidikan amat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan diperlukan untuk meningkatkan mutu bangsa secara menyeluruh dalam menjawab tantangan era globalisasi. Untuk dapat melaksanakan pendidikan sesuai harapan tersebut maka dibutuhkan pendidikan bermutu yang dapat mengembangkan potensi peserta didik.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[1]
1
 
Dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan, sumber daya manusia menjadi kata kunci yang harus segera diantisipasi pemecahannya, jika bangsa ini ingin berkiprah dalam percaturan global. Guru dan pengawas merupakan sosok pejabat fungsional yang mengemban tugas-tugas teknis pendidikan agama di sekolah. komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan baik program pendidikan prajabatan (pre-service education) maupun program dalam jabatan (inservice educa­tion). Potensi sumber daya guru perlu terus ditumbuh kembangkan agar dapat melakukan fungsinya secara profesional. Selain itu pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru untuk terus menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.[2]
Tugas guru mencakup perencanaan program program tahunan, program semester, pengembangan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, program pengayaan dan remedial, serta program bimbingan dan konseling. Dalam prakteknya tentu tidak semudah yang dibayangkan, guru sering mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya, adakalanya guru menemui kendala dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak mampu menyelesaikannya sendiri, maka oleh karena itu seorang pendidik atau guru membutuhkan bimbingan dari seorang supervisor pendidikan.
Supervisi Pendidikan yang dulunya di kenal sebagai kegiatan inspeksi, peme­rik­saan, pengawasan, atau penilikan atas proses pembelajaran, memang sesekali ma­sih mengadopsi kegiatan inspeksi tersebut. Seiring perkembangan zaman yang berdam­pak pada dunia pendidikan, maka supervisi juga mengalami perubahan. Supervisi pada saat ini titik fokusnya adalah melakukan bimbingan dan membina  profesionalisme guru. Pelaksanaan supervisi bertujuan membina, membantu, membimbing, dan mengevaluasi seluruh komponen sekolah (secara khusus kepada guru) untuk perbaikan kegiatan pembelajaran  dan hasil belajar guna peningkatan mutu pendidikan
Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program supervisi dilakukan oleh supervisor profesional. Seorang supervisor yang dikatakan profesional dapat menjalankan tugasnya secara efektif untuk pencapaian tujuan supervisi, maka supervisor harus mengetahui, memahami, serta memilih model, tipe, pendekatan, dan teknik supervisi yang cocok dan sesuai dengan tujuan pelaksanaan supervisi yang akan dicapai, hal tersebut dikarenakan dalam pelaksanaan supervisi, para supervisor akan dihadapkan dengan berbagai macam karateristik guru. Perbedaan tersebut dapat di lihat dari sisi usia dan kematangan, pengalaman kerja, motivasi, maupun kemampuan guru.[3] Pemilihan model, tipe, pendekatan, dan teknik supervisi yang cocok dan sesuai akan memberikan hasil yang baik dalam pelaksanaan supervisi serta dapat mencapai tujuan yang dicita-citakan, sehingga tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia dapat terwujud.
Di sekolah yang berperan sebagai supervisor adalah kepala sekolah. Sebagai supervisor kepala sekolah memegang peranan penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan.  Kepala sekolah sebagai supervisor di internal sekolah seharusnya mampu mengarahkan, membimbing, menilai, mengawasi, dan memperbaiki kesalahan serta kelemahan yang terjadi dalam proses pembelajaran.
Dalam rangka otonomi sekolah, kepala sekolah mempunyai kewenangan yang besar dalam membuat kebijakan tingkat sekolah, melaksanakan dan mengawasinya, supaya sekolah yang dipimpinnya semakin memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi diri dan lingkungannya. Kepala sekolah sebagai penanggung jawab pendidikan pada tingkat sekolah, kini memiliki kewenangan dan keleluasaan dalam mengembangkan program, mengelola dan mengawasinya, memiliki keleluasaan dalam mengatur segenap sumber daya yang dimilikinya, yang dapat digalinya supaya terjadi peningkatan mutu dan produktivitas yang signifikan dalam memberi layanan belajar bermutu melalui guru serta personal yang kooperatif. Aktivitas pengarahan dan bimbingan yang dilakukan oleh atasan dalam hal ini kepala sekolah kepada guru serta personalia sekolah lainnya yang langsung menangani pembelajaran siswa dalam  memperbaiki situasi pembelajaran, inilah yang dimaksud dengan supervisi.
B. Rumusan Masalah
Berawal dari deskripsi latar belakang masalah di atas maka yang menjadi po­ko­k permasalahan yang dijadikan kajian utama  dalam makalah ini adalah bagai­mana konsep dasar supervisi pendidikan? Untuk mengkaji pokok permasalah­an tersebut maka penulis mem-breakdawn ke dalam beberapa submasalah yaitu:
1.    Bagaimana  fungsi supervisi pendidikan?
2.    Bagaimana prinsip- prinsip supervisi pendidikan?
3.    Bagaimana pendekatan supervisi pendidikan?










I.   PEMBAHASAN
A. Fungsi Supervisi Pendidikan
Secara etimologi, istilah supervisi berasal dari bahasa Inggris Supervision yang berarti pengawasan.[4] Pelaku atau pelaksanaannya disebut supervisor dan orang yang disupervisi disebut subjek supervisi atau supervise. Secara morfologis, supervisi terdiri dari dua kata, yaitu super (atas) dan Vision (pandang, lihat, tilik, amati, atau awasi). Supervisi, karenanya diberi makna melihat, melirik, memandang, menilik, mengamati, atau mengawasi dari atas. Pelakunya disebut supervisor, yang kedudukannya lebih tinggi atau di atas orang-orang yang disupervisi. Makna etimologi ini selalu dalam tafsir hubungan antarsubyek, sehingga tidak berlaku untuk supervisi pabrik, supervisi kerusakan jalan, supervisi bangunan, supervisi taman sekolah, dan sebagainya.[5]
Secara umum supervisi berarti upaya bantuan yang diberikan kepada guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya, agar guru mampu membantu para siswa dalam belajar untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian supervisi diberikan kepada guru untuk mendukung keberhasilan pembelajaran peserta didik.
5

 
 Kimbal Willes  yang dikutip Syaiful Sagala bahwa supervisi sebagai aktivi­tas yang dirancang untuk memperbaiki pengajaran pada semua jenjang persekolah­an, berkaitan dengan perkembangan dan pertumbuhan anak supervisi juga merupa­kan bantuan dalam perkembangan dari pembelajaran dengan baik.[6]
Berdasarkan pendapat di atas maka penulis meahami bahwa supervisi adalah pembinaan kearah perbaikan untuk mendukung keberhasilan pembelajaran peserta didik sesuai  karakteristik baik umum maupun khusus.
Sebagai salah satu dari fungsi manajemen, pengertian supervisi telah berkembang secara umum. Secara umum yang dimaksud dengan supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya.
Berdasarkam pendapat para ahli supervisi adalah suatu proses kemudahan sumber-sumber yang diperlukan untuk penyelesaian suatu tugas ataupun sekumpulan kegiatan pengambilan keputusan yang berkaitan erat dengan perencanaan dan pengorganisasian kegiatan dan informasi dari kepemimpinan dan pengevaluasian setiap kinerja karyawan. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan supervisi adalah kegiatan-kegiatan yang terencana seorang manajer melalui aktivitas bimbingan, pengarahan, observasi, motivasi dan evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari.[7]
Berdasarkan pelaksanaan supervisi pendidikan hendaknya dapat dipahami sebagai suatu proses yang dilakukan oleh supervisor (pengawas) dalam membimbing dan membantu guru di sekolah/madarasah dalam upaya pencapaian  mutu pendidikan yang baik, berkualitas, bermakna, efektif dan efisien tersebut, dapat diindikasikan dengan beberapa poin sebagai berikut:
1.    Kegiatan supervisi membantu pencapaian kompetensi.
2.    Kegiatan supervisi membantu guru dalam pementapan penguasaan materi pelajaran.
3.    Kegiatan supervisi dapat menarik minat siswa untuk belajar.
4.    Kegiatan supervisi mampu meningkatkan daya serap siswa dalam belajar.
5.    Kegiatan supervisi membantu meningkatkan ketercapaian angka kelulusan madarasah.
6.    Kegiatan supervisi membantu meningkatkan profesionalisme pengelolaan adminitrasinya.
7.    Kegiatan supervisi membantu meningkatkan ketrampilan guru dalam mengelola dan menggunakan media pembelajaran.[8]
            Supervisi pembelajaran berfungsi untuk memperbaiki situasi pembelajaran  melalui pembinaan profesionalisme guru. Briggs yang dikutip Piet A. Suhertian menyebutkan fungsi supervisi sebagai upaya mengkoordinir, menstimulir, dan mengarahkan pertumbuhan para guru.[9]                            
Sejalan dengan itu, Jamal menjelaskan bahwa supervisi pendidikan mempunyai tiga fungsi, di antaranya adalah sebagai berikut:
a.    Sebagai suatu kegiatan menyangkut untuk meningkatkan mutu pendidikan.
b.    Sebagai pemicu atau penggerak terjadinya perubahan pada unsur-unsur yang terkait dengan pendidikan.
c.    sebagai kegiatan dalam hal memimpin dan membimbing.[10]
Maryono menambahkan bahwa fungsi utama supervisi pendidikan adalah ditujukan pada perbaikan dan peningkatan kualitas pengajaran, menilai dan memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran peserta didik, mengoordinasi, menstimulasi, dan mendorong ke arah pertumbuhan profesi guru.[11] Sejalan dengan itu, Suharsimi Arikunto mengungkapkan bahwa supervisi berfungsi sebagai kegiatan meningkatkan mutu pembelajaran, sebagai pemicu atau penggerak terjadinya perubahan pada unsur-unsur yang terkait dengan pembelajaran, dan sebagai kegiatan memimpin dan membimbing.[12]
            Setiap pengawas pendidikan harus memahami dan mampu melaksanakan supervisi dengan fungsi dan tugas pokoknya baik yang menyangkut pemantauan, penilaian, penelitian, perbaikan maupun pengembangan. Dalam pelaksanaannya, fungsi-fungsi tersebut harus dilakukan secara simultan, konsisten dan kontinyu dalam suatu program supervisi, sebagai inti kegiatan supervisi adalah mengintegrasikan fungsi-fungsi tersebut kedalam tugas pembinaan terhadap pribadi guru yang disupervisi.
Supervisi akademik dilaksanakan atas dasar kerjasama, partisipasi dan kolaborasi dan tidak bersadarkan paksaan, sehingga diharapkan timbul kesadaran serta perkembangan, inisiatif dan kreativitas dari pihak guru  dan bukan konfirmatis.
Jadi supervisi berarti memberi bimbingan, pembinaan, dan membantu guru meningkatkan kreativitas dan potensi secara optimal. Apabila fungsi-fungsi supervisi ini benar-benar dikuasai dan dijalankan sebaik-baiknya oleh pengawas, maka dapat dipastikan kelancaran kegiatan pendidikan di sekolah berlangsung baik sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara optimal.
B. Prinsip-Prinsip Supervisi
Lembaga Administerasi Negara RI merinci prinsip kerja pelaksanaan pengawasan dengan poin-poin sebagai berikut:
1.    Prinsip kesisteman: pengawasan ditujukan untuk mengahasilkan good govermance sehingga harus memperhatikan keseluruhan komponen secara sistematik.
2.    Prinsip akuntabilitas: segala yang di tugaskan meminta pertanggungjawaban dari setiap orang yang diserahi tanggungjawab dalam pelaksanaan tugasnya.
3.    Prinsip organisasi: tugas manajeman ada pada setiap level organisasi dan pengawasan merupakan tugas setiap pimpinan yang berada pada organisasi sesuai dengan tugas pokok fungsinya masing-masing.
4.    Prinsip koordinasi:pengawasan dilakukan dengan memperhatikan pengaturan kerjasama yang baik antar komponen. Setiap bagian memiliki tugas fungsi masing-masing, akan tetapi untuk menjaga sinergitas sistem, tiap bagian harus dapat mewujudkan kegiatan terpadu dan selaras dengan tujuan organisasi melalui koordinasi yang baik.
5.    Prinsip komunikasi: pengawasan menjadi sarana hubungan antara pusat dengan daerah, pimpinan dengan bawahan sehingga perlu dikembangkan  komunikasi yang intensif dan empatik agar kerjasama terus berlanjut secara harmonis.[13]
6.    Prinsip pengendalian: pengawasan menjadi sarana mengarahkan dan membimbing secara teknis administratif maupun memecahkan persoalan kerja agar tercapai efektivitas kerja.
7.    Prinsip integritas: merupakan kepribadian pengawas yang melaksanakan pengawasan dengan mentalitas yang baik penuh kejujuran, simpatik, tanggung jawab, cermat, dan konsisten.
8.    Prinsip objektivitas; melaksanakan pengawasan dengan berdasarkan keahlian secara profesional tidak terpengaruh secara subjektif oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
9.    Prinsip futuristik: pengawasan harus dapat memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan dan sadar betul apa yang di perbuat akan menentukan masa depan sehingga ia menghindari penyim-pangan-penyimpangan atau kebocoran karena akan menjadi bumerang bagi masa depan.
10.     Prinsip preventif ; pengawasan dilakukan agar penyimpangan-penyimpangan dapat  dicegah dan kalaupun terjadi dapat dideteksi secara dini sehingga penyelesainnya dapat cepat teratasi.
11.     Prinsip represif; bila terjadi penyimpangan dan kebocoran, pengawas harus tegas dengan menegakkan sanksi/ hukuman sesuai peraturan yang berlaku.
12.     Prinsip edukatif : kesalahan/ penyimpangan dan kebocoran, yang dilakukan segera diperbaiki dan dilakukan saran yang membangun kepercayaan diri agar tidak terulang kembali kesalahan untuk kedua kalinya.
13.     Prinsip korektif; kesalahan penyimpangan/ kebocoran yang dilakukan dengan cara-cara yang benar, waktu yang tepat dan penuh perhitungan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara ekonomis, efesien, dan efektif.[14]
            Para pengawas/kepala sekolah baik suka maupun tidak suka harus siap menghadapi problema dan kendala dalam melaksanakan supervisi akademik. Adanya problema dan kendala tersebut sedikit banyak dapat diatasi apabila dalam pelaksanaan supervisi akademik pengawas/kepala sekolah menerapkan prinsip-prinsip supervisi akademik.
            Akhir-akhir ini, beberapa literatur telah banyak mengungkapkan teori supervisi akademik sebagai landasan bagi setiap perilaku supervisi akademik. Beberapa istilah, seperti demokrasi, kerja kelompok, dan proses kelompok telah banyak dibahas dan dihubungkan dengan konsep supervisi akademik. Pembahasannya semata-mata untuk menunjukkan kepada kita bahwa perilaku supervisi manajerial dan akademik itu harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, di mana supervisor sebagai atasan dan guru sebagai bawahan. Begitu pula dalam latar sistem persekolahan, keseluruhan anggota ( guru ) harus aktif berpartisipasi, bahkan sebaiknya sebagai prakarsa, dalam proses supervisi akademik, sedangkan supervisor merupakan bagian daripadanya. Semua ini merupakan prinsip-prinsip supervisi akademik modern yang harus direalisasikan pada setiap proses supervisi akademik di sekolah.
C. Pendekatan Supervisi Pendidikan
1.    Pendekatan Supervisi Langsung (Directive Approach)  
Pendekatan supervisi langsung (directive approach) adalah pendekatan yang didasarkan pada keyakinan bahwa proses pembelajaran dilihat sebagai rangkaian yang utuh. Ibarat sebuah rangkaian nada yang harmonis, bila ada suatu bagian nada yang terganggu terdengar sumbang, maka seluruh nada  juga akan terganggu.
Perilaku direktive dalam pelaksanaan supervisi dilandasi psikologi behavioristik tentang belajar. Pengawas bertindak selaku pemeran utama dalam membimbing guru untuk perbaikan pembelajaran.
 Pendekatan lansung adalah cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat langsung. Supervisor memberikan arahan langsung, sudah tentu pengaruh perilaku supervisor lebih dominan. Supervisor yang berorientasi directive menampilkan perilaku-perilaku pokok sebagai berikut:
a.    Supervisor mengklarifikasi permasalahan.
b.    Supervisor mempresentasikan ide-ide pengembangan profesi kepada guru.
c.    Supervisor mengarahkan gur tentang hal-hal yang harus dilakukan untuk perbaikan pembelajaran.
d.    Supervisor mendemontrasikan (memodelkan) perilaku guruyang diinginkan dalam pembelajaran.
e.    Supervisor menetapkan standar perilaku mengajar yang diinginkan.
f.     Supervisor memberikan reward bagi yang tampil sesuai standar.[15]
Menurut Nana Sudjana membagi pendekatan supervisi menjadi dua, yaitu: pendekatan langsung (direct contact) dan pendekatan tidak langsung (indiret contact).[16] Pendekatan pertama dapat disebut dengan pendekatan tatap muka dan Kedua pendekatan menggunakan perantara, seperti melalui surat menyurat, media masa, media elektronik, radio, kaset, internet dan yang sejenis. Pendekatan langsung ini berdasarkan pada pemahaman terhadap psikologis behavioristis. Prinsip behavioristisme ialah bahwa segala perbuatan berasal dari refleks, yaitu respons terhadap ransangan/stimulus.
Oleh karena guru memiliki kekurangan, maka perlu diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi lebih baik. Supervisor dapat menggunakan penguatan (reinforcement) atau hukum (punishment). Pendekatan seperti ini dapat dilakukan, dengan perilaku supervisor dengan cara: menjelaskan, menyajikan, mengarahkan, memberi contoh, menerapakan tolok ukur, dan menguatkan.
Pendekatan langsung dan metode standar diterapkan pada guru yang termasuk kategori lemah. Pendekatan langsung terdiri:
a.    Pendekatan langsung yang bersumber dari psikologi behaviorisme adalah lawan dari pendekatan tidak langsung. Pendekatan langsung ini tidak memberi peluang bagi guru untuk berinisiatif, kreatif, dan inovatif dalam melakukan tugas sehari-hari. Sebab supervisor merasa peluang seperti itu tidak akan dapat dimanfaatkan dan diisi oleh guru lemah ini, karena kemampuan dan komitmen guru ini sangat rendah. Atas dasar kondisi guru seperti ini, maka supervisor merasa cukup hanya dengan memberi resep tentang perilaku atau tindakan tertentu kepada guru dalam kegiatan-kegiatan yang ia hadapi pada tugas sehari-hari.
b.    Metode yang diterapkan pada guru lemah ini disebut metode standar, maksudnya adalah resep-resep berupa perilaku dan tindakan guru yang disdorkan oleh superisor tersebut adalah bersifat standar. Suatu standar yang berlaku secara nasional atau sesuai dengan keadaan daerah bersangkutan. Di sini petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh supervisor secara langsung kepada guru yang di supervisi sebagian besar sejalan dengan peraturan pemerintah pusat maupun daerah. Kalau perilaku tindakan itu tidak ada tertulis dalam peraturan itu, maka petunjuk-petunjuk atau resep itu dapat dia,mbilkan dari teori-teori yang tertulis dalam kepustakaan atau sesuai dengan atau budaya daerah setempat.[17]
Menurut penulis berkesimpulan tentang directive approach (Pendekatan supervisi Langsung) adalah mengarahkan dan memberi petunjuk kepada guru. Atau supervisi langsung memberi resep tentang cara memperbaiki kesalahan guru. Atau mengatasi kesulitannya.
2.  Pendekatan Supervisi Tidak Langsung (Non Directive Approach)
Pendekatan supervisi tidak langsung (Non Direktif) adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tetapi ia terlebih dulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan oleh guru
Pendekatan supervisi tidak langsung (Non Directive Approach) adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tetapi ia terlebih dulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan oleh guru. Ia memberi kesempatan sebanyak mungkin kepada guru untuk mengemukakan permasalahan yang mereka alami.
Pendekatan tidak langsung ini berdasarkan pada pemahaman psikologis humanistik. Psikologi sangat menghargai orang yang akan dibantu. Oleh karena pribadi guru yang dibina begitu dihormati, maka ia lebih banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi guru. Guru mengemukakan masalahnya, supervisor mencoba mendengarkan, dan memahami apa yang dialami. Perilaku supervisor dalam pendekatan tidak langsung adalah mendengarkan, memberi penguatan, menjelaskan, menyajikan, dan memecahkan masalah.[18]
Perilaku pengawas yang berorientasi non-directive dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a.    Supervisor mendegarkan masalah guru dengan serius.
b.    Supervisor memotivasi guru untu menyederhanakan dan bertanya.
c.    Supervisor mengajukan pertanyaan kemudian menjelaskan masalah-masalah guru.
d.    Supervisor mengupayakan alternatif pemecahan masalah saat guru bertanya atau meminta solusi.
e.    Supervisor bertanya kepada guru untuk menentukan rencana tindakan pengembangan diri atau profesi.[19]
Menurut penulis tentang Non Directive Approach adalah supervisor memberi kebebasan kepada guru untuk membuat atau mencarai pemecahan terhadap kesulitan-kesulitan dalam kelas pada waktu membina peserta didik, atau mendengarkan, tidak memberikan pertimbangan, membuktikan kesadaran guru, dan mengklasifikasi pengalaman guru.
3.  Pendekatan Supervisi Kolaborasi (Colaborative Approach)
Pendekatan supervisi kolaboratif (Colaborative Approach) adalah  pendeka­tan yang memadukan cara pendekatan  langsung dan pendekatan tidak langsung menjadi suatu cara pendekatan baru. Pada pendekatan  dengan lingkungan ini, baik supervisor maupun guru bersama-sama bersepakat untuk menetapkan struktur proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru. Pendekatan ini didasarkan pada psikologi kognitif. Psikologi kognitif beranggapan bahwa belajar adalah perpaduan antara kegiatan individu dengan lingkungan yang pada gilirannya akan berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu. Sikap utama supervisor dengan perilaku kolaboratif meliputi: mendengarkan, menawarkan, memecahkan masalah dan merundingkan. Pengawas membuat kontrak bersama dengan guru setelah terjadi kesepakatan rencana supervisi yang disusun bersama.
Tahapan-tahapan supervisi dengan perilaku kolaboratif adalah sebagai berikut:
a.    Supervisor menemui guru dengan menawarkan model atau strategi pembelajaran yang perlu diperbaiki.
b.    Supervisor menanyakan pendapat guru tentang tujuan pelaksanaan supervisi.
c.    Supervisor mendengarkan pandangan guru.
d.    Supervisor dan guru mengajukan altrnatif pemecahan masalah.
e.    Supervisor bersama guru membahas tindakan dan menetapkan rencana bersama.[20]   
Berdasarkan definisi di atas maka  penulis memahami bahwa  colaborative approach (Pendekatan supervisi kolaborasi) adalah kerjasama antara guru dan supervisor yang dilakukan dalam banyak hal, untuk memajukan dan membantu   dalam meningkatkan mutu pendidikan.















II.    PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpukan beberapa hal, sebagai berikut:
1.    Fungsi supervisi pendidikan adalah untuk memperbaiki situasi pembelajaran  melalui pembinaan profesionalisme guru, serta sebagai upaya mengkoordinir, menstimulir dan mengarahkan pertumbuhan para guru.
2.    Prinsip-prinsip dalam supervisi pendidikan harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, keseluruhan anggota harus aktif berpartisipasi, bahkan sebaiknya sebagai prakarsa, dalam proses supervisi akademik, semua ini merupakan prinsip-prinsip supervisi akademik modern yang harus direalisasikan pada setiap proses supervisi akademik di sekolah-sekolah.
3.    Pendekatan supervisi pendidikan dalam proses pembelajaran ada 3 pendekatan  yaitu:
a.       Pendekatan Supervisi Langsung (Direktif Approach), yaitu dalam pelaksanaan supervisi dilandasi psikologi behavioristik tentang pembelajaran. Supervisor bertindak selaku pemeran utama dalam membimbing guruuntuk perbaikan pembelajaran.
b.      Pendekatan Tidak Langsung (NonDirektif Approach), yaitu dalam pelaksanaan supervisi dilandasi psikologi humanistik bahwa guru dapat menganalisis dan memecahkan masalah pembelajarannya sendiri dan supervisor hanya sebagai fasilitator.
c.       Pendekatan Kolaboratif (Colaborative Approach), yaitu dalam pelaksanaan supervisi dilandasi psikologi belajar kognitif, bahwa dalam melakukan supervisi mengambil jawab yang bersifat moderat antara supervisor dan guru.
17
 
 

B. Implikasi
            Pelaksanaan supervisi agar dapat berjalan sesuai dengan harapan dari yang disupervisi, maka tentunya seorang supervisor senantiasa menjaga hubungan keakraban dan rasa cinta serta membangun hubungan kekeluargaan dengan para guru. Seorang supervisor harus mempunyai wawasan yang memadai tentang kepengawasan, ditunjang juga oleh perilaku yang baik.





























DAFTAR PUSTAKA

Arwani, Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan, Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Masaong, Abd. Kadim. Supervisi Pembelajaran dan Pengembangan Kapasitas Guru, Cet. I; Bandung: Alfabeta, 2012
Muslim, Sri Banun. Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru, Cet. II; Bandung: Alfabeta, 2010.
Departemen Agama RI, Peningkatan Supervisi dan Evaluasi pada Madarasah Ibtidayah, Cet. I; Jakarta: Depag, 2005.
Danim Sudarwan, Visi Baru Manajemen Sekolah, Profesi Kependidikan, Cet. I; Bandung : Alfabeta, 2010.
Echos, Jhon M. dan Hasan Shadily. Kamus Bahasa Inggris-Indoensia, Jakarta; Gramedia, 2010.
Pidarta, Made. Supervisi Pendidikan Kontekstual, Cet. I; Jakarta: Rineca Cipta, 2009.
Sudjana, Nana. Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendidikan, Cet. I;Bandung: Alfabeta, 2011.
Suhertian, Piet A. Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendidikan, Cet. I;Bandung: Alfabeta, 2011.
Sagala, Syaiful.  Adminstrasi Pendidikan Kontemporer, Cet., V; Bandung: Alfabeta, 2009.
Tim Dosen, Adminitrasi Pendidikan , Manajemen Pendidikan, Cet. IV; Bandung: Alfabeta, 2011


[1]Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Cet. IV; Jakarta: Sinar Grafika. 2011), h. 3.
[2]Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru       (Cet. II; Bandung: Alfabeta, 2010), h. 1.
[3]Jerry H. Makawimbang, Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 101-102.
[4]Jhon M. Echols dan Hasan Shadily. Kamus Bahasa Inggris-Indoensia ( Jakarta; Gramedia, 2010) h. 125.
[5]Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen sekolah, Profesi Kependidikan, (Cet. I; Bandung : Alfabeta, 2010), h. 154.
[6]Syaiful Sagala,  Adminstrasi Pendidikan Kontemporer  (Cet., V; Bandung: Alfabeta, 2009), h 230.
[7]Arwani, Pemikiran tentang Supervisi Pendidikan (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 230.
[8]Departemen Agama RI, Peningkatan Supervisi dan Evaluasi pada Madarasah Ibtidayah (Cet. I; Jakarta: Depag, 2005 ), h. 10.
[9]Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran dan Pengembangan Kapastas Guru (Cet. I; Bandung: Alfabeta, 2012), h. 7- 8.
[10]Jamal Ma’mur Asmani, Tips Efektif Supervisi Pendidikan Sekolah (Cet. I; Jogjakarta: Diva Press, 2012), h. 31.
[11]Maryono, Dasar-Dasar dan Teknik Menjadi Supervisor Pendidikan (Cet. I; Bandung: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 21.
[12]Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Supervisi (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 13.
[13]Lembaga Administerasi Negara RI, Kajian Manejemen Statistik ( Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h.117.
[14]Lembaga Administerasi Negara RI, Kajian Manejemen Statistik, h. 118.
[15]Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran dan Pengembangan Kapasitas Guru, h. 36.
[16]Nana Sudjana, Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendidikan (Cet. I; Bandung: Alfabeta, 2011), h. 109.
[17]Made Pidarta, Supervisi Pendidikan Kontekstual, (Cet. I; Jakarta: Rineca Cipta, 2009), h.148.
[18]Jerry H. Makawimbang, Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendidikan, h. 111.
[19]Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran dan Pengembangan Kapasitas Guru, h. 37.
[20]Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran dan Pengembangan Kapasitas Guru, h. 38.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar